Sabtu, 16 November 2013

Bahasa Indonesia 2 - Tulisan 12

TULISAN 12

Rupiah ? Hitung Sendiri



Itu terjadi beberapa tahun lalu ketika masih berkativitas di Nunukan dan di Sebatik, Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Tawau Malaysia, per-ekonomian di kedua daerah diperbatasan itu sangat tergantung dari Tawau, hampir semua bahan-bahan kebutuhan dipasok dari Tawau itu. Dengan menggunakan transportasi speed boat, jarak Nunukan ke Tawau dalam cuaca normal bisa ditempuh selama satu setengah jam pelayaran, dan dari Sebatik ke Tawau ditempuh sekitar dua puluh menit. Tawau itu kota besar, dan kedekatan jarak itulah yang menyebabkan masyarakat diperbatasan itu dalam keseharian lebih banyak beraktivtas dengan Tawau dibandingkan dengan kota Tarakan yang berjarak tempuh dua setengah jam pelayaran.

Pasokan barang-barang kebutuhan yang berasal dari dalam negeri sangat tergantung dari kedatangan kapal-kapal Pelni yang kedatangannya terjadwal sebanyak tiga kali dalam seminggu, pasokan itupun dalam jumlah yang terbatas dan bila itu produk yang sama dengan yang berasal dari Tawau, akan kalah kwalitas ataupun kalah nikmat, itulah yang menyebabkan masyarakat perbatasan lebih menyukai produk dari kota Tawau itu.

Percakapan “ Rupiah ? hitung sendiri ” akan sering ditemui bilamana bertransaksi ditoko ataupun warung dengan menggunakan rupiah sebagai alat pembayaran, penjual akan menyuruh pembeli untuk menghitung sendiri jumlah rupiah yang harus dibayarkan untuk pembelian barang. Harga barang-barang yang dipajang dipertokoan dan warung umumnya dituliskan dalam ringgit Malaysia, Itu disebabkan karena barang-barang itu berasal dari Tawau, dan ringgit nilainya stabil, sedangkan rupiah setiap hari berfluktuasi yang memusingkan masyarakat bila menggunakan rupiah untuk bertransaksi. Penjual disana tidak berani memasang harga dalam rupiah yang setiap hari berfluktuasi, lebih banyak pusing dan ruginya…, alasan para penjual itu, dan bilamana bertransaksi menggunakan rupiah, itu juga pertanda bahwa pembeli adalah warga pendatang.

Tanggal 30 Oktober adalah peringatan hari oeang, namun selama 68 tahun Indonesia merdeka, rupiah masih saja belum berdaulat diseluruh wilayah Indonesia, Penyebabnya adalah kemampuan yang lemah dalam menyuplai kebutuhan barang setiap saat untuk wilayah diperbatasan itu, entah sampai kapan akan berlansung…, memprihatinkan…., wilayah perbatasan hanya ditandai dengan bendara merah putih, sedangkan bahasa, budaya dan perekonomian adalah asing.


Hasil analisa :

kesimpulan dari tulisan diatas adalah penggunaan mata uang rupiah di daerah perbatasan yang sangat minim peminat terutama warga negara Indonesia asli. selama 68 tahun Indonesia merdeka, rupiah masih saja belum berdaulat diseluruh wilayah Indonesia, Penyebabnya adalah kemampuan yang lemah dalam menyuplai kebutuhan barang setiap saat untuk wilayah diperbatasan itu, entah sampai kapan akan berlansung…, memprihatinkan…., wilayah perbatasan hanya ditandai dengan bendara merah putih, sedangkan bahasa, budaya dan perekonomian adalah asing. Pembangunan yang tidak merata dan minimnya kepedulian di wilayah perbatasan dan wilayah pedalaman di kawasan nusantara menyebabkan daerah tertinggal semakin luas. Hal ini ditunjukan dengan kasus dalam tulisan diatas. Jika kita analisa berdasarkan jenis paragraf maka tulisan ini berjenis paragraf exposisi karena penulis mencoba menjelaskan mengenai fenomena yang terjadi dengan baik dan menarik. Jika kita analisa salah satu paragfraf, yaitu “Pasokan barang-barang kebutuhan yang berasal dari dalam negeri sangat tergantung dari kedatangan kapal-kapal Pelni yang kedatangannya terjadwal sebanyak tiga kali dalam seminggu, pasokan itupun dalam jumlah yang terbatas dan bila itu produk yang sama dengan yang berasal dari Tawau, akan kalah kualitas ataupun kalah nikmat, itulah yang menyebabkan masyarakat perbatasan lebih menyukai produk dari kota Tawau itu.” Maka bentuk paragraf tersebut adalah campuran karena kalimat utama terletak di awal dan akhir paragraf tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar