Sabtu, 09 November 2013

Bahasa Indonesia 2 - Tugas 3

TUGAS 3


Tulisan Ilmiah Populer

Tulisan Ilmiah Populer adalah karya tulis yang berpegang kepada standar ilmiah, tetapi ditampilkan dengan bahasa umum sehingga mudah dipahami oleh masyarakat awam. Dengan pengertian seperti ini, benar bila dikatakan bahwa ilmiah popular adalah sarana komunikasi antara ilmu dengan masyarakat awam.

Contoh Tulisan Ilmiah Populer

Editorial Media Indonesia: Unjuk Rasa Buruh


UNJUK rasa buruh sudah seperti ritual tahunan saja. Rapat penetapan upah minimum provinsi (UMP) Dewan Pengupah­an dijadikan momentum bagi buruh untuk menyuarakan tuntutan mereka.Demonstrasi dan mogok buruh seperti biasa sempat membuat waswas sebagian warga, khususnya di ibu kota negara, Jakarta, selama dua hari kemarin. Para buruh  mendesak penaikan standar kebutuhan hidup layak menjadi Rp2.767.320 sebagai dasar penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar Rp3,7 juta per bulan, seperti keinginan mereka. Saat ini UMP DKI sebesar Rp2,2 juta per bulan.

Selain itu, buruh menuntut penghapusan sistem alih daya dan pemberlakuan sistem jaminan kesehatan secara menyeluruh. Kita amat memahami ke­sejahteraan kaum pekerja belum sepenuhnya tercapai. Kita juga amat memahami bahwa hak menuntut ke­sejahteraan sah untuk terus disuarakan. Namun, yang kita sesali ialah upaya untuk memperjuangkan kesejahte­raan  itu kembali dicederai aksi yang kurang simpatik. Buruh, misalnya, berunjuk rasa dengan menutup jalan umum. Sebagian lagi memaksa pekerja lainnya melalui sweeping untuk ikut aksi. Tidak mengherankan bila aksi kurang simpatik tersebut kerap mendapat  perlawanan dari masyarakat yang berujung pada bentrok fisik. Unjuk rasa buruh juga membuat geram sebagian masyarakat karena tak jarang aksi itu melumpuhkan dan mengorbankan kepentingan publik.

Di sisi lain kalangan pengusaha khawatir masifnya unjuk rasa buruh akan membuat jeri investor. Menurut mereka, demonstrasi dan segala efeknya  bisa menjadi pesan buruk bagi dunia investasi bahwa iklim berusaha di  Indonesia sangat tidak kondusif. Bila investor hengkang, buruh sendiri yang akan kehilangan pekerjaan. Pengangguran pun bertambah. Kekhawatiran-kekhawatiran atas dampak dari maraknya buruh berdemonstrasi itu semestinya menjadi alarm bagi pemerintah untuk lebih bijaksana dalam menentukan kebijakan. Aksi yang anarkistis jelas tak boleh dibiarkan. Namun, akar masalah mesti juga digali dan dicarikan solusi. Terlepas dari besaran yang diinginkan, sebetulnya sangat wajar buruh terus menuntut upah yang besar karena biaya hidup memang semakin tinggi. Harga-harga barang, bahkan kebutuhan pokok, sering bergerak naik tanpa  kendali. Pada saat yang sama ongkos transportasi juga meningkat berbarengan dengan dikurangi­nya subsidi bahan bakar minyak.

Karena itu, bila mau jujur, pemerintah sesungguhnya juga punya andil sebagai ‘penyebab’ unjuk rasa buruh. Artinya, persoalan upah sejatinya tidak hanya persoalan pekerja melawan perusahaan, tetapi juga menjadi masalah pemerintah. Dibandingkan dengan upah buruh, ekonomi biaya tinggi, birokrasi yang  rumit, dan buruknya infrastruktur saat ini lebih menguras kantong  anggaran sebagian besar perusahaan di Indonesia. Inilah problem klasik dunia bisnis di Indonesia yang tak kunjung mampu diatasi pemerintah. Problem itu pulalah yang barangkali membuat perusahaan tak berani membayar tinggi upah pekerja karena mesti mencadangkan kas untuk biaya-biaya tinggi tersebut. Karena itu, pemerintah mesti mendudukkan dua kepentingan itu secara tepat. Perusahaan tak boleh mati atau lari karena menanggung biaya-biaya tinggi. Di sisi lain, kita tidak mau negeri ini gagal memberikan kesejahteraan bagi kaum pekerja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar