Minggu, 16 November 2014

KECURANGAN (FRAUD) DALAM AKUNTANSI DAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1         LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (FRAUD). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material dan non material. Perbedaan antara kedua jenis kesalahan ini hanya dibedakan oleh jurang yang sangat tipis, yaitu ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Untuk itu dibutuhkan keahlian profesional untuk bisa membedakan antara kedua jenis kesalahan tersebut. Standar pun mengenali bahwa sering kali mendeteksi kecurangan lebih sulit dibandingkan dengan kekeliruan karena pihak manajemen atau karyawan akan berusaha menyembunyikan kecurangan itu. Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kesalahan dapat dideskripsikan sebagai “Unintentional Mistakes” (kesalahan yang tidak di sengaja). Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan transaksi terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debit kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak bentuk matematis. Kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip akuntansi. Terdapat kesalahan jabatan atau kesalahan karena penghilangan / kelalaian, atau kesalahan dalam interprestasi fakta.
FRAUD atau kecurangan dalam akuntansi merupakan penyimpangan dari Prosedur Akuntansi yang benar. Jika Prosedur akuntansi diterapkan dengan benar maka informasi akuntansi yang dihasilkan akan sangat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Informasi akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi dari suatu entiti sangatlah penting, dimana informasi ini menjadi pertimbangan terhadap program atau kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya. Selain itu informasi akuntansi yang benar juga dapat berfungsi untuk mengetahui gambaran keuangan atau keadaan suatu entiti atau perusahaan. Bagaimanakah jika Informasi Akuntansi yang dihasilkan tidak sesuai dengan prosedur akuntansi yang benar atau terkandung kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. FRAUD merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak didalam maupun luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung merugikan orang lain. Secara umum FRAUD terdiri dari dua golongan, yaitu pengelapan aktiva (misapporopriation) dan kecurangan pelaporan keuangan (FRAUDulent financial reporting). Dalam tulisan ini akan dibahas khusus mengenai kecurangan dalam laporan keuangan (financial statement FRAUD).

1.2         RUMUSAN MASALAH
1.        Apa yang dimaksud kecurangan (FRAUD) dalam Etika Profesi Akuntansi?
2.        Bagaimana hubungan kecurangan (FRAUD) dengan Etika Profesi Akuntansi?
3.        Bagaimana pengaruh kecurangan (FRAUD) terhadap Etika Profesi Akuntansi?

1.3         TUJUAN PENULISAN
1.        Untuk mengetahui pngertian dan ruang lingkup kecurangan (FRAUD) dalam Etika Akuntansi.
2.        Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kecurangan (FRAUD) dengan Etika Profesi Akuntansi.
3.        Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara kecurangan (FRAUD) dengan Etika Profesi Akuntansi.

1.4         MANFAAT PENULISAN
Dari penulisan ini, diharapkan akan memberikan manfaat bagi beberapa pihak antara lain bagi penulis dapat memperoleh pengalaman dalam membandimgkan secara tepat dan akurat antara pengetahuan yang penulis terima selama di perkuliahan dengan praktek dilapangan sesungguhnya, sedangkan untuk pihak lain seperti akuntan, auditor, pemerintah dan masyarakat luas diharapkan dapat dijadikan pertimbangan informasi yang mendukung kinerja keuangan dalam praktek akuntansi yang terbebas dari unsur kecurangan yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian oleh beberapa pihak yang berkepentingan.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1         PENGERTIAN KECURANGAN (FRAUD)
Sebelum kita bahas lebih lanjut ada baiknya kita bahas dulu mengenai kecurangan itu sendiri. Kecurangan (FRAUD) perlu dibedakan dengan kesalahan (Errors). Kesalahan dapat dideskripsikan sebagai “Unintentional Mistakes” (kesalahan yang tidak di sengaja). Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan transaksi terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debit kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak bentuk matematis. Kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip akuntansi. Terdapat kesalahan jabatan atau kesalahan karena penghilangan / kelalaian, atau kesalahan dalam interprestasi fakta. “ Commission ” merupakan kesalahan prinsip (error of principle), seperti perlakuan pengeluaran pendapatan sebagai pengeluaran modal. Sedangkan “Omission” berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar. Apabila suatu kesalahan adalah disengaja, maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan (FRAUDulent). Istilah “Irregulary” merupakan kesalahan penyajian keuangan yang disengaja atas informasi keuangan.
G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “FRAUD is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/theact., (2) Penyembunyian atau the concealment dan (3) konversi atau the conversion. Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat bukti transaksi pengeluaran fiktif.
FRAUD (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau sekelompok orang secara sengaja atau terencana yang menyebabkan orang atau kelompok mendapat keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain. FRAUDulent financial reporting (kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji atau pengabaian jumlah dan pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan. Kecurangan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a.         Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement FRAUD).
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
b.        Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation).
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (FRAUDulent disbursement).
c.         Korupsi (Corruption).
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

2.2         KARAKTERISITK KECURANGAN (FRAUD)
Dilihat dari pelaku FRAUD auditing maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis :
a.         Oleh pihak perusahaan, yaitu :
-          Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from FRAUDulent financial reporting, untuk menghidari hal tersebut ada baiknya karyawan mengikuti auditing workshop dan FRAUD workshop).
-          Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan.
b.        Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

2.3         PENYEBAB TERJADINYA KECURANGAN (FRAUD)
Penyebab Terjadinya Kecurangan menurut J.S.R. Venables dan KW Impley dalam buku “Internal Audit” (1988, hal 424) mengemukakan kecurangan terjadi karena :
a.         Penyebab Utama.
-          Penyembunyian (concealment), Kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan hukuman sebagai akibatnya.
-          Kesempatan/Peluang (Opportunity), Pelaku perlu berada pada tempat yang tpat, waktu yang tepat agar mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam system dan juga menghindari deteksi.
-          Motivasi (Motivation), Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivator yang lain.
-          Daya tarik (Attraction), Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu menarik bagi pelaku.
-          Keberhasilan (Success), Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur baik menghindari penuntutan atau deteksi.
b.        Penyebab Sekunder.
-          “A Perk”, Kurang pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi dipertimbangkan sebagai suatu tunjangan karyawan.
-          Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelek, Yaitu saling kepercayaan dan penghargaan telah gagal. Pelaku dapat mengemukakan alasan bahwa kecurangan hanya menjadi kewajibannya.
-          Pembalasan dendam (Revenge), Ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.
-          Tantangan (Challenge), Karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha untuk “memukul sistem”, sehingga mendapatkan suatu arti pencapaian (a sense of achievement), atau pembebasan frustasi (relief of frustation) 2.3 Tanda-Tanda Peringatan Untuk Kecurangan Meskipun pada suatu kesempatan pemeriksa intern melakukan penugaan langsung dalam penyelidikan kecurangan yang dicurigai atau aktual, bagian yang lebih besar dari usahanya yang berorientasi kecurangan merupakan suatu bagian yang integral dari penugasan audit yang lebih luas. Usaha yng berorientasi pada kecurangan ini dapat dalam bentuk prosedur khusus, termasuk dalam program audit yang lebih luas. Usaha yang berorientasi kecurangan tersebut dapat termasuk seluruh dari kesiapsiagaan umum dari pemeriksa intern ketika ia melaksanakan seluruh bagian dari penugasan audit ini. Kesiapsiagaan ini termasuk berbagai area, kondisi dan pengembangan yang memberikan tanda-tanda peringatan. 2.4 Area – Area yang Sensitif Pemeriksaan intern khususnya harus waspada terhadap area yang sensitive untuk penelaahan yang dalam.

2.4         KEJADIAN-KEJADIAN YANG MENANDAI TERJADINYA KECURANGAN (FRAUD)
Dibawah ini adalah suatu daftar yang disusun oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) pada tahun 1979 mengenai kondisi-kondisi atau kejadian-kejadian yang dapat menandai adanya kecurangan :
a.         Manajemen senior yang sangat menguasai/ mendominasi dan terdapat satu atau lebih kondisi berikut atau yang sama :
-          Dewan direksi dan/ atau panitia audit yang tidak efektif.
-          Indikasi dari penolakan manajemen atas pengendalian akuntansi internal yang penting.
-          Kompensasi atau opsi saham yang signifikan yang berkaitan dengan kinerja yang dilaporkan atau terhadap transaksi khusus, yaitu manajemen senior mempunyai pengendalian nyata atau penuh.
-          Indikasi kesulitan keuangan pribadi dari manajemen senior.
-          Perebutan perwalian yang melibatkan pengendalian perusahaan atau status dari manajemen senior.
b.        Kemerosotan atau kemunduran dari mutu pendapatan yang dibuktikan oleh :
-          Penurunan dalam volume atau mutu penjualan (misalnya, risiko kredit yang meningkat atau penjualan sama dengan atau dibawah harga pokok).
-          Perubahan yang signifikan dalam praktik usaha.
-          Kepentingan yang berlebihan oleh manajemen senior dalam laba per saham (EPS/Earnings per Share) yang dipengaruhi oleh pilihan akuntansi.
c.         Kondisi usaha yang dapat menciptakan tekanan yang tidak biasa :
-          Modal kerja yang tidak memadai.
-          Kelenturan/ fleksibilitas yang kecil dalam pembatasan hutang, seperti rasio modal kerja dan keterbatasan dalam pinjaman tambahan.
-          Perluasan atau ekspansi yang cepat dari suatu produk atau lini usaha yang menyolok sekali dengan melebihi rata-rata industri.
-          Investasi yang besar dari sumber daya pemisahan dalam suatu industri yang mengalami perubahan cepat,seperti suatu industri yang bertekhnologi tinggi.
d.        Struktur korporat yang rumit, yaitu kompleksitas yang terjadi tidak tampak diperlukan oleh operasi atau ukuran perusahaan.
e.         Lokasi usaha yang menyebar secara luas disertai oleh manajemen yang didesentralisasi secara ketat dengan system pelaporan tanggungjawab yang tidak memadai.
f.         Kekurangan staf yang tampak memerlukan karyawan tertentu bekerja pada jam yang tidak biasa, tidak memerlukan cuti dan/atau melakukan kerja lembur yang substansial.
g.        Tingkat perputaran yang tinggi dalam posisi keuangan penting, seperti bendaharawan atau kontroler.
h.        Sering terjadi perubahan auditor atau penasihat hukum.
i.          Kelemahan material yang diketahui dalam pengendalian intern yang dapat secara praktis dikoreksi akan tetapi tidak diperbaiki, seperti :
-          Akses terhadap peralatan computer atau alat pemasukan data elektronik tidak cukup dikendalikan.
-          Kewajiban yang tidak sesuai/bertentangan tetapi tidak digabungkan.
j.          Terdapat transaksi yang material dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau terdapat transaksi yang mencakup benturan kepentingan.
k.        Pengumuman yang terlalu cepat atau premature atas hasil operasi atau pengharapan masa depan yang positif.
l.          Prosedur penelaahan analitis mengungkapkan fluktuasi yang signifikan yang tidak dapat secara wajar dijelaskan, seperti:
-          Saldo akun yang material.
-          Antar hubungan keuangan dan operasional.
-          Selisih perhitungan persediaan.
-          Tingkat perputaran persediaan.
m.      Transaksi besar yang tidak biasa, khususnya pada akhir tahun, dengan pengaruh yang material atas pendapatan.
n.        Pembayaran besar yang tidak biasa berhubungan dengan jasa yang diberikan dalam usaha normal kepada pengacara, agen, atau pihak lain (termasuk karyawan).
o.        Kesulitan dalam memperoleh bukti audit yang berhubungan dengan :
-          Ayat jurnal yang tidak biasa atau tidak dapat dijelaskan.
-          Dokumentasi dan/atau otorisasi yang tidak lengkap atau hilang.
-          Pengubahan dalam dokumentasi atau akun.
p.        Dalam pelaksanaan pengujian laporan keuangan masalah yang tidak dapat diramalkan ditemukan, seperti:
-          Tekanan klien untuk menyelesaikan audit dalam waktu singkat yang tidak biasa atau dalam kondisi yang sulit.
-          Situasi pemindahan yang mendadak.
-          Tanggapan yang bersifat mengelakkan dari manajemen terhadap penyelidikan audit.

2.5         SALAH SAJI YANG TIMBUL KARENA KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management FRAUD), misalnya berupa : manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan, untuk itu sebaiknya anda mengikuti auditing workshop dan FRAUD workshop. Salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva. Kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan karyawan (employee FRAUD). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum(ada baiknya karyawan mengikuti seminar FRAUD dan seminar auditing). Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah Penggelapan terhadap penerimaan kas, Pencurian aktiva perusahaan, Mark-up harga dan Transaksi “tidak resmi”.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.       KASUS KECURANGAN (FRAUD) DALAM PRAKTEK AKUNTANSI
A.      WorldCom.
Perusahaan  telekomunikasi  terbesar  kedua  di Amerika  Serikat, mengakui  telah  Melakukan  skandal  akuntansi  yang  menyebabkan  perdagangan sahamnya  di  bursa  NASDAQ  terhenti.  Beberapa  minggu  kemudian,  WorldCom menyatakan diri bangkrut. Perusahaan telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan dengan  cara memalsukan milyaran  bisnis  rutin  sebagai belanja modal,  sehingga  labanya  overstated  sebesar $11 milyar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400  juta kepada Chief Executive Officer (CEO)-nya  waktu,  Bernard  Ebbers,  untuk  menutupi  kerugian  perdagangan  pribadinya. Ironisnya  meski  di  dakwa  telah  melakukan  pemalsuan,  konspirasi  dan  laporan keuangan  yang  salah,  mantan  CEO WorldCom  tersebut  mengaku  tidak  bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004; Reuters, 2004).
B.       Enron Corp.
Perusahaan  terbesar ke  tujuh di AS yang   bergerak di bidang industri  energi,  para manajernya  memanipulasi  angka  yang menjadi  dasar  untuk memperoleh kompensasi moneter yang   besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara  lain  yaitu di Divisi Pelayanan Energi,  para  eksekutif melebih-lebihkan nilai kontrak  yang  dihasilkan  dari  estimasi  internal.  Pada  proyek  perdagangan  luar negerinya  misal  di  India  dan  Brasil,  para  eksekutif  membukukan  laba  yang mencurigakan.  Strategi  yang  salah,  investasi  yang  buruk  dan  pengendalian keuangan  yang  lemah  menimbulkan  ketimpangan  neraca  yang  sangat  besar  dan harga  saham  yang dilebih-lebihkan. Akibatnya  ribuan  orang  kehilangan  pekerjaan dan  kerugian pasar milyaran dollar pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus  ini  diperparah  dengan  praktik  akuntansi  yang  meragukan  dan  tidak independennya  audit  yang  dilakukan  oleh  Kantor  Akuntan  Publik  (KAP)  Arthur Andersen  terhadap  Enron.  Arthur  Anderson,  yang  sebelumnya  merupakan  salah satu  “The big  six”  tidak hanya melakukan memanipulasi  laporan keuangan Enron tetapi  juga  telah  melakukan  tindakan  yang  tidak  etis  dengan  menghancurkan dokumen-dokumen  penting  yang  berkaitan  dengan  kasus  Enron.  Independensi sebagai  auditor  terpengaruh  dengan  banyaknya  mantan  pejabat  dan  senior  KAP Arthur Andersen yang bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun  Anderson,  dua  raksasa  industri  di  bidangnya,  sama-sama  kolaps  dan menorehkan sejarah kelam dalam praktik akuntansi.
C.       Indonesia.
Kasus skandal akuntansi bukanlah hal yang baru.  Salah satu kasus yang ramai  diberitakan  adalah  keterlibatan  10  KAP  di  Indonesia  dalam  praktik kecurangan  Keuangan.  KAP-KAP  tersebut  ditunjuk  untuk  mengaudit    37  bank sebelum  terjadinya  krisis  keuangan pada  tahun  1997. Hasil  audit mengungkapkan bahwa  laporan Keuangan bank-bank  tersebut  sehat. Saat krisis menerpa  Indonesia, bank-bank tersebut kolaps karena kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap dalam  investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP  tersebut terlibat  dalam  praktik  kecurangan  akuntansi.  10  KAP  yang  dituduh  melakukan praktik  kecurangan  akuntansi  adalah  Hans  Tuanakotta  and  Mustofa  (Deloitte Touche  Tohmatsu's  affiliate),  Johan Malonda  and  Partners  (NEXIA  International's affiliate),  Hendrawinata  and  Partners  (Grant  Thornton  International's  affiliate), Prasetyo  Utomo  and  Partners  (Arthur  Andersen's  affiliate),  RB  Tanubrata  and Partners, Salaki and Salaki, Andi Iskandar and Partners, Hadi Sutanto (menyatakan tidak  bersalah),  S. Darmawan  and Partners, Robert Yogi  and Partners. Pemerintah pada waktu  itu  hanya melakukan  teguran  tetapi tidak ada sanksi. Satu-satunya badan  yang  berhak  untuk menjatuhkan sanksi  adalah BP2AP (Badan  Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu lembaga non pemerintah yang dibentuk oleh  Ikatan Akuntan  Indonesa  (IAI). Setelah melalui  investigasi BP2AP menjatuhkan  sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi sanksi yang dijatuhkan terlalu ringan yaitu BP2AP  hanya  melarang 3 KAP melakukan audit terhadap klien dari bank-bank sementara 7 KAP yang lainnya bebas (Suryana, 2002).

3.2.       INTERNAL AUDITOR : PREVENTOR & DETECTOR OF FRAUD
Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan internal auditing sebagai aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Definisi lain mengatakan internal auditing sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih terhadap ketelitian dan efisiensi catatan-catatan (akuntansi) perusahan serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaa. Tujuannya adalah membantu manajemen dalam pelaksanaan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit. Awalnya auditing internal dimulai sebagai fungsi klerikal yang dilakukan oleh satu orang secara independen. Namun saat ini, auditing internal berevolusi menjadi aktivitas yang profesional. Perubahan ini mengakibatkan mulai munculnya departemen auditing internal dan tanggung jawab pelaporan langsung kepada dewan komisaris dan komite audit. Karyawan yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan fungsi auditing internal disebut dengan internal auditor. Mereka bertanggung jawab kepada dewan komisaris, komite audit dan manajemen perusahaan. Berikut kegiatan yang dilakukan oleh internal auditor :
a.         Menelaah dan menilai kebaikan, memadai atau tidaknya penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian internal, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
b.        Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan manajemen.
c.         Memastikan seberpa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
d.        Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
e.         Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
f.         Menyarankan perbaikan – perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seorang auditor internal diatas dapat disimpulkan bahwa profesi ini memiliki peranan yang sangat penting dalam perusahaan, diantaranya sebagai berikut :
a.         Pencegahan kecurangan (FRAUD prevention).
b.        Pendeteksian kecurangan (FRAUD detection).
c.         Penginvestigasian kecurangan (FRAUD investigation).
Peran utama internal auditor berupaya untuk mengeliminasi sebab-sebab timbulnua kecurangan tersebut. Pencegahan kecurangan akan lebih mudah dilakukan dari pada mengatasinya bila kecurangan itu telah terjadi. Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu perusahaan apabila :
a.         Pengendalian internal tidak ada atau lemah.
b.        Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran atau integritas mereka.
c.         Pegawai diatur dan dieksploitasi dengan tekanan besar untuk mencapai sasaran dan tuuan keuangan yang mengarah pada kecurangan.
d.        Manajemen sendiri melakukan kecurangan serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
e.         Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan.
f.         Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya memiliki tradisi melakukan kecurangan.

3.3.       EXTERNAL AUDITOR : PERAN SANG PENJAGA KEPENTINGAN PUBLIK
Seiring dengan berkembangnya dunia usaha, beberapa tahun terakhir terjadi reformasi sistem pengelolaan usaha. Refeormasi tersebut terjadi antara teori perusahaan klasik dan perusahaan modern. Teori klasik menganggap bahwa sumber daya dan pengelolaan dilakukan oleh pemilik perusahaan itu sendiri. Artinya pemilik juga sekaligus bertindak sebagai pengelola. Namun, hal ini sulit untuk diterapkan seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan tingginya tingkat persaingan usaha. Solusi untuk mengatasi hal tersebut dimunculkanlah teori perusahaan modern yang dikenal dengan istilah teori agensi (theory of agency). Menurut teori ini, kebutuhan perusahaan yang berskala besar, keterampilan manajerial dipasok oleh pasar tenaga kerja manajerial: kebutuhan modal dipasok oleh pemegang saham (shareholders) dan pemberi pinjaman (debt holders).
Dari asumsi yang dibangun dari teori agensi tersebut, terlintas ada semangat menuduh salah satu pihak untuk mengambil keuntungan demi dirinya sendiri pada hubungan kerjasama. Manajemen sebagai pihak yang diberi amanah untuk mengelola perusahaan bisa saja memanfaatkan hubungan tersebut demi kepentingannya sendiri. Karena itulah pemegang saham dan pemberi pinjaman sangat memerlukan laporan keuangan dalam memperoleh informasi yang andal dari manajemen perusahaan mengenai pertanggungjawaban dana yang mereka investasikan. Namun disisi lain laporan keuangan ini disajikan oleh manajemen yang bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana yang berasal dari pemegang saham dan pemberi pinjaman tersebut. Dengan demikian, disini terlihat dua kepentingan yang berlawanan, sehingga ada kemungkinan informasi yang diterima tersebut tidak dapat diandalkan. Menurut Arens, dkk (2003;12) dengan adanya pemerolehan informasi yang tidak langsung dari pihak pertama, serta banyak dan kompleknya transaksi perusahaan yang dilakukan perusahaan, akan memperbesar risiko informasi yang tidak andal tesebut. Menurut Arens dkk (2003;14) resiko tersebut dapat dikurangi dengan tiga cara, yaitu :
a.       Pengguna informasi menguji informasi yang diperolehnya. Para pemakai dapat terlibat sendiri memeriksa catatan-catatan yang ada untuk meyakinkan kebenaran laporan yang diperlukan. Umumnya hal  ini tidak praktis terutama jika dilihat dari sisi keuangan. Selain dari itu, secara ekonomis sangat tidak efisien semua pemakai menyelenggarakan verivikasinya sendiri-sendiri.
b.      Pengguna informasi berbagi resiko informasi dengan manajemen. Secara hukum pihak manajemen memang berkewajiban untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya oleh pemakai yang berkepentingan. Jika ada pemakai yang menerima informasi yang tidak benar dan karenanya menaggung kerugian keuangan, mereka berhak menuntut manajemen yang bersangkutan. Kesulitan dalam hal pembagian risiko dengan manajemen tidak selalu berhasil menerima penggantian. Oleh karena itu, pemakai harus mengevaluasi kemungkinan untuk menanggung resiko informasi dengan pihak manajemen.
c.       Laporan keuangan yang diaudit telah tersedia. Cara umum untuk memperoleh informasi yang dapat diandalkan adalah dengan meminta jasa akuntan publik. Selanjutnya informasi yang telah diaudit tersebut dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan dengan anggapan bahwa laporan informasi yang telah diaudit tersebut merupakan informasi yang dapat diandalkan secara menyeluruh, tepat penyajiannya, serta informasi tersebut disajikan dengan tanpa prasangka (objektif, tidak berat sebelah).
Dari ketiga cara diatas, cara ketigalah yang yang paling mungkin untuk dilakukan karena tidak semua pemakai mempunyai kemampuan untuk melakukan audit atas laporan keuanagan. Kalaupun ada cara lain tersebut tidak efektif dan efisien karena biaya yang besar, disamping banyaknya pemakai lain yang membutuhkan informasi yang sama.
Referensi/ Sumber :
NAMA      : AGUS MAULANA
NPM         : 20211372
KELAS     : 4EB04

1 komentar: