TULISAN 5
Middle Income Trap di Indonesia?
Sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/11/06/middle-income-trap-di-indonesia-608118.html
Saat
ini “middle income trap” menjadi bahasan menarik di Indonesia. Apa itu “middle
income trap”? “Middle income trap” adalah kondisi dimana suatu negara mampu
melakukan pertumbuhan ekonomi secara cepat hingga mencapai level “middle income
country” tetapi tidak mampu untuk berkembang lebih jauh.
Topik ini berkembang lebih jauh setelah pada semester kedua 2013 Indonesia tak
mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 6%, dimana sebelumnya target pertumbuhan
ekonomi kita sebesar 6,3%. Apa yang terjadi? Indonesia
akan berhenti di sini? Kita tidak mampu melangkah lebih jauh lagi?. Penurunan
permintaan domestik, yang pada tahun 2008 menjadi salah satu kunci keluar dari
krisis, dimana Presiden menyerukan “keep buying strategy”, menjadi salah satu
faktor penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini salah satunya dipengaruhi
kenaikan harga BBM. Selain itu, penurunan nilai ekspor juga turut berpengaruh.
Kriteria Negara berpenghasilan menengah diawali pendapatan per kapita 3000 US
dollar, dimana pendapatan per kapita Indonesia sebesar 3498 US dollar. Cukup
riskan bukan?
Kriteria
Middle Income Trap
Secara
garis besar ada empat indikasi suatu negara masuk ke dalam “middle income trap”
yaitu:
1.
Rasio investasi rendah
2.
Lemahnya pertumbuhan dari sisi manufaktur
3.
Kurangnya diversifikasi investasi
4.
Lemahnya sumber daya manusia
Keempat
indikator ini menjadi suatu acuan terjadinya jebakan pendapatan kelas menengah,
ibaratnya saat ekonomi sedang lesu, peningkatan taraf hidup justru berhenti.
Brazil dan Meksiko mengalami hal tersebut pertengahan abad ke 20, dan hingga
kini sepertinya belum mampu keluar dari jebakan itu. Dari rasio investasi
setidaknya Indonesia cukup baik, tahun 2009 rasio investasi terhadap GDP
sebesar 30%. Rasio investasi ini sangat berpengaruh terhadap ketiga kriteria lainnya,
terlebih ini akan membuka banyak lapangan kerja. Karena salah satu kekhwatiran
topik ini mengemuka adalah terjadinya demo buruh yang bisa berakibat para
investor luar negeri menarik dananya dari Indonesia karena kurangnya
stabilisasi keamanan dan ekonomi di Indonesia. Sedangkan pada semester pertama
2013 Indonesia mampu mencatat angka investasi manufaktur sebesar Rp. 100
triliun, walaupun 76%nya berasal dari penanaman modal asing. Tetapi rasionya
terus menurun terhadap GDP, menurut BPS pada semester pertama 2013, rasio
investasi manufaktur terhadap GDP di bawah 24%. Diversifikasi Indonesia juga
rendah, pertumbuhan ekonomi kita seperti yang disebutkan di atas lebih banyak
ditopang ekspor bahan mentah yang kurang memiliki nilai tambah, serta konsumsi dalam
negeri. Selain itu hal itu dipicu oleh dana R&D yang rendah dari
pemerintah, sehingga kita kesulitan mengembangkan industri dan juga bersusah
payah mencari energi alternatif. Sebagai perbandingan dalam rentang waktu
2005-2010 rasio R&D kita hanya sebesar 0,76% dari APBN, dimana negara
seperti Jerman memiliki rasio sebesar 2,82% dan Korea sebesar 3,74%. Sedangkan kualitas SDM yang lebih buruk dibandingkan
Malaysia dan Singapura juga menjadi tantangan, menurut Enny Sri Hartati,
walaupun anggaran pendidikan sebesar 20% dari anggaran, sebenarnya rakyat hanya
menikmati 30% dari pagu anggaran yang ada. Di lain sisi dari data BPS, untuk
tenaga kerja, pada tahun 2012, dari total orang yang bekerja, sebanyak 30%
adalah pegawai tanpa kontrak, pegawai permanen dan pegawai dengan kontrak
jangka panjang masing-masing 3%.
Strategi
Pemerintah
Menko
Perekonomian Hatta Radjasa menyebutkan ada 3 strategi pemerintah untuk
mengatasi perangkap ini, yang pertama percepatan peningkatan infrastruktur yang
digerakkan hingga tahun 2025. Hal ini berdasarkan paparan World Bank bahwa
penyebab suatu negara masuk ke dalam “middle income trap” adalah infrastruktur
yang tidak memadai sehingga berakibat multiplier effect terhadap
pertumbuhan ekonomi. Kedua adalah peningkatan kemandirian pangan , karena
sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian, yang akan
berakibat peningkatan kesejahteraan petani. Jurus ketiga adalah proteksi
terhadap rakyat miskin, sebagai akibat disparitas antara si kaya dan si miskin
yang begitu tinggi.
Kesimpulan
Topik
middle income trap ini memang hangat belakangan ini, seperti biasa,
investasi asing yang luar biasa di negara ini, berakibat rentannya terhadap
gejolak luar negeri, kualitas SDM yang kurang, angka R & D yang minim,
infrastruktur yang memadai mewarnai beberapa tanda kesana. Strategi yang
diwacanakan pemerintah patut ditunggu, karena kebijakan- kebijakan tersebut
membutuhkan jangka waktu yang panjang, di sisi lain tahun depan 2014 adalah
tahun pemilihan umum, dimana inkonsistensi kebijakan terjadi terlebih jika
dikuasai oleh rezim yang baru. Menurut Homi Kharas, deputi senior Global
Economy and Development ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk lepas
dari jebakan ini, adapaun itu adalah membuat Universitas berdaya saing tinggi,
memberlakukan institusi publik yang adil, transparan dan memiliki akuntabilitas
yang baik, membuat kultur dalam pengambilan keputusan secara bijaksana,
serta pola pikir bahwa keberlanjutan dari lingkungan merupakan sebuah proses
berkesinambungan. Transformasi ke sektor-sektor yang lebih modern dan berdaya
saing global juga harus digalakkan, karena kemampuan ekspansi dan berdaya saing
global adalah syarat suatu negara untuk terus berkembang. Tetapi transformasi
ini bisa memiliki 2 mata uang, karena bisa sangat kompleks hanya tergantung
dari, siapa yang menjalankan kebijakan ini, kemampuan implementasi dan
kemampuan menghasilkan kebijakan fiskal dan politik yang mendukung kebijakan
ini. Bisakah Indonesia?
Hasil analisa :
Tulisan
ini membahas tentang kondisi perekonomian Indonesia yang melampaui kondisi
‘middle income trap”. “Middle income trap” adalah kondisi dimana suatu negara
mampu melakukan pertumbuhan ekonomi secara cepat hingga mencapai level “middle
income country” tetapi tidak mampu untuk berkembang lebih jauh. Topik ini
berkembang lebih jauh setelah pada semester kedua 2013 Indonesia tak mampu
mencapai pertumbuhan ekonomi 6%, dimana sebelumnya target pertumbuhan ekonomi
kita sebesar 6,3%. Apa yang terjadi? Indonesia akan berhenti di sini? Kita
tidak mampu melangkah lebih jauh lagi?. Penurunan permintaan domestik, yang
pada tahun 2008 menjadi salah satu kunci keluar dari krisis, dimana Presiden
menyerukan “keep buying strategy”, menjadi salah satu faktor penurunan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini salah satunya dipengaruhi kenaikan harga BBM.
Selain itu, penurunan nilai ekspor juga turut berpengaruh. Kriteria Negara
berpenghasilan menengah diawali pendapatan per kapita 3000 US dollar, dimana
pendapatan per kapita Indonesia sebesar 3498 US dollar. Jika kita analisa pada
bagian kesimpulan dari tulisan diatas, maka berdasarkan bentuk paragrafnya
kesimpulan tersebut berbentuk campuran karena inti kalimat atau kalimat
utamanya berada di awal paragraf dan di akhir paragraph. Sedangkan jenis
tulisan di atas adalah jenis paragraf
deskriptif karena penulis ingin menggambarkan situasi ekonomi yang ada sekarang
dengan munculnya fenomena middle income trap di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar