TULISAN 12
Rupiah ? Hitung Sendiri
Itu
terjadi beberapa tahun lalu ketika masih berkativitas di Nunukan dan di
Sebatik, Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Tawau Malaysia, per-ekonomian
di kedua daerah diperbatasan itu sangat tergantung dari Tawau, hampir semua
bahan-bahan kebutuhan dipasok dari Tawau itu. Dengan menggunakan transportasi
speed boat, jarak Nunukan ke Tawau dalam cuaca normal bisa ditempuh selama satu
setengah jam pelayaran, dan dari Sebatik ke Tawau ditempuh sekitar dua puluh
menit. Tawau itu kota besar, dan kedekatan jarak itulah yang menyebabkan
masyarakat diperbatasan itu dalam keseharian lebih banyak beraktivtas dengan
Tawau dibandingkan dengan kota Tarakan yang berjarak tempuh dua setengah jam
pelayaran.
Pasokan
barang-barang kebutuhan yang berasal dari dalam negeri sangat tergantung dari
kedatangan kapal-kapal Pelni yang kedatangannya terjadwal sebanyak tiga kali
dalam seminggu, pasokan itupun dalam jumlah yang terbatas dan bila itu produk
yang sama dengan yang berasal dari Tawau, akan kalah kwalitas ataupun kalah
nikmat, itulah yang menyebabkan masyarakat perbatasan lebih menyukai produk
dari kota Tawau itu.
Percakapan
“ Rupiah ? hitung sendiri ” akan sering ditemui bilamana bertransaksi ditoko
ataupun warung dengan menggunakan rupiah sebagai alat pembayaran, penjual akan
menyuruh pembeli untuk menghitung sendiri jumlah rupiah yang harus dibayarkan
untuk pembelian barang. Harga barang-barang yang dipajang dipertokoan dan
warung umumnya dituliskan dalam ringgit Malaysia, Itu disebabkan karena
barang-barang itu berasal dari Tawau, dan ringgit nilainya stabil, sedangkan
rupiah setiap hari berfluktuasi yang memusingkan masyarakat bila menggunakan
rupiah untuk bertransaksi. Penjual disana tidak berani memasang harga dalam
rupiah yang setiap hari berfluktuasi, lebih banyak pusing dan ruginya…, alasan
para penjual itu, dan bilamana bertransaksi menggunakan
rupiah, itu juga pertanda bahwa pembeli adalah warga pendatang.
Tanggal
30 Oktober adalah peringatan hari oeang, namun selama 68 tahun Indonesia
merdeka, rupiah masih saja belum berdaulat diseluruh wilayah Indonesia,
Penyebabnya adalah kemampuan yang lemah dalam menyuplai kebutuhan barang setiap
saat untuk wilayah diperbatasan itu, entah sampai kapan akan berlansung…,
memprihatinkan…., wilayah perbatasan hanya ditandai dengan bendara merah putih,
sedangkan bahasa, budaya dan perekonomian adalah asing.
Hasil analisa :
kesimpulan dari
tulisan diatas adalah penggunaan mata uang rupiah di daerah perbatasan yang
sangat minim peminat terutama warga negara Indonesia asli. selama 68 tahun Indonesia merdeka,
rupiah masih saja belum berdaulat diseluruh wilayah Indonesia, Penyebabnya
adalah kemampuan yang lemah dalam menyuplai kebutuhan barang setiap saat untuk
wilayah diperbatasan itu, entah sampai kapan akan berlansung…,
memprihatinkan…., wilayah perbatasan hanya ditandai dengan bendara merah putih,
sedangkan bahasa, budaya dan perekonomian adalah asing. Pembangunan yang tidak merata dan
minimnya kepedulian di wilayah perbatasan dan wilayah pedalaman di kawasan
nusantara menyebabkan daerah tertinggal semakin luas. Hal ini ditunjukan dengan
kasus dalam tulisan diatas. Jika kita analisa berdasarkan jenis paragraf maka
tulisan ini berjenis paragraf exposisi karena penulis mencoba menjelaskan
mengenai fenomena yang terjadi dengan baik dan menarik. Jika kita analisa salah
satu paragfraf, yaitu “Pasokan
barang-barang kebutuhan yang berasal dari dalam negeri sangat tergantung dari kedatangan
kapal-kapal Pelni yang kedatangannya terjadwal sebanyak tiga kali dalam
seminggu, pasokan itupun dalam jumlah yang terbatas dan bila itu produk yang
sama dengan yang berasal dari Tawau, akan kalah kualitas
ataupun kalah nikmat, itulah yang menyebabkan masyarakat perbatasan lebih
menyukai produk dari kota Tawau itu.” Maka bentuk paragraf tersebut adalah campuran karena
kalimat utama terletak di awal dan akhir paragraf tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar